Kisah Gus Muwafiq Muda Melipat Waktu

Di kalangan warga NU, nama Gus Muwafiq begitu populer. Mendengar nama itu, yang terbayang adalah seorang kiai muda NU yang gondrong, berperakawan tinggi besar dan juga ahli sejarah Islam. Ya, Gus Muwafiq memang seorang kiai yang begitu lihai menjelaskan sejarah Islam dan juga mampu mengurai makna-makna tersembunyi dari setiap sejarah dan budaya yang ada di Nusantara.

Siapa saja yang mendengarkan ceramahnya, hanya manggut-manggut dan kemudian tanpa disadari mengiyakan dan membenarkan ucapan Gus Muwafiq. Ceramahnya pun banyak digemari karena mudah dicerna dan dipahami. Kini, setiap hari Gus Muwafiq keliling dari satu daerah ke daerah lain, dari satu kota ke kota lainnya untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat.

Selain dikenal sebagai seorang dai, tak banyak yang tahu kalau Gus Muwafiq adalah seorang pendekar. Sejak muda ia sudah menjadi partner latihan Kiai Maksum, pendiri Pagar Nusa. Sebagaimana umumnya seorang pendekar, Gus Muwafiq tentu saja menguasai jurus-jurus dunia persilatan dan juga lihai bermain pedang.

Pada Sabtu (14/9/2019) dini hari, tim bangkitmedia berkesempatan sowan ke ndalem Gus Muwafiq. Kepada bangkitmedia, Gus Muwafiq cerita banyak hal, salah satunya mengisahkan pengalaman masa mudanya yang istimewa. Begini ceritanya.

Kisah ini terjadi saat Gus Muwafiq masih berusia antara 15-16 tahun. Saat itu, Gus Muwafiq muda diperintahkan oleh kiainya untuk berziarah ke Walisongo dengan berjalan kaki. Sebagai seorang santri, Gus Muwafiq tidak bisa menolak. Di tengah perjalanan, Gus Muwafiq merasa kecapekan hingga memiliki niat untuk naik bus saja.

Benar saja, ketika ada bus lewat, Gus Muwafiq langsung melambaikan tangan hendak naik. Baru saja mau naik, tanpa tahu penyebabnya, si kondektur bus langsung menempeleng (memukul) wajahnya. Ia pun gak jadi naik. Kejadian seperti itu terjadi berulang kali. Setiap hendak naik bus, pasti langsung ditempeleng. Akhirnya ia sadar, bahwa ia memang harus jalan kaki untuk menziarahi makam Wali Songo yang terletak di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Singkat cerita, Gus Muwafiq menyelesaikan riyadhoh ziarah ke makam Walisongo selama tiga bulan lamanya. Setelah itu, ia kembali pulang ke pondok. Begitu pulang, oleh temannya ia ditanya dari mana saja karena tidak kelihatan selama tiga hari.

Mendengar pertanyaan temannya itu, Gus Muwafiq muda kaget. Tiga hari? Bagaimana ceritanya? Padahal ia pergi ziarah Walisongo dengan berjalan kaki selama waktu tiga bulan. Dan selama tiga bulan itu, ia merasakan kehidupan normal. Lihat matahari terbit dan tenggelam. Bagaimana bisa?

Dari kisah tersebut, kami akhirnya sadar, bahwa sejak masih muda, Gus Muwafiq sudah diberikan kelebihan oleh Allah Swt. Sehingga–meski  tanpa sengaja–Ia  melipat dan memanjangkan waktu. Baginya terasa tiga bulan, tapi bagi temannya baru tiga hari. Dan tentu saja, pengalaman yang dialami oleh Gus Muwafiq terjadi atas kuasa dan kehendak Allah Swt. Wallahu a’lam. (Rokhim Nur/Bangkitmedia.com)

*Kisah ini dituliskan berdasarkan cerita langsung Gus Muwafiq kepada tim bangkitmedia

Facebook Comments

About @beritasantri

Check Also

Kesulitan Ekonomi? Kyai Khusen Ilyas Berikan Ilmu Pesugihan Biar Cepat Kaya

Social distancing hingga PSBB di tengah wabah Corona ini membuat ekonomi masyarakat terpuruk. Kyai Husein …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *