Suatu ketika ada mahasiswa alumni pesantren yang mengikuti mata kuliah filsafat di perguruan tinggi ternama di sebuah daerah. Dan Dosen yang mengajar merupakan atheis yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Dalam kelas, dosen mencoba meluapkan apa yang diyakini terhadap mahasiswa baru. Dosen tersebut juga masih mempengaruhi mahasiswa yang mayoritas dari sekolah umum.
Tanpa basa basi, sang dosen langsung melemparkan topik diskusi tentang Tuhan. “Ada yang pernah melihat Tuhan?” tanya si dosen sambil cengar cengir didepan 30 mahasiswa baru. Sontak sebagai mahasiswa baru yang menginjakkan kampus semua diam tak menjawab. “Ada yang pernah mendengar Tuhan bersuara?” lanjut si dosen melontarkan pertanyaan lagi. Kali ini pun tak ada yang menyahut. “Ada yang pernah menyentuh Tuhan?” tanya dosen. Semua diam. “Kesimpulannya tidak ada Tuhan,” kata dosen senang merasa logikanya sebagai atheis satu langkah berhasil mempengaruhi mahasiswa baru.
Namun tidak dinyana, seorang mahasiswa alumni pesantren berdiri sambil bergumam melempar protes terhadap logika dosennya; “Ada yang pernah melihat otak Pak Dosen?” lantang suaranya terdengar dalam kelas, namun suasana sepi tidak ada jawaban. “Ada yang pernah mendengar otak Pak Dosen?” santri ini kembali melontarkan pertanyaan termasuk ke si dosen. Tak seorangpun menjawab. “Ada yang pernah menyentuh otak Pak Dosen?” kembali hening semua mata tertuju kepada si santri. Ternyata pertanyaan itu baru disadari teman sekelasnya juga menjawab logika si dosennya.
“Kesimpulannya Pak Dosen tidak punya otak,” ujar santri yang sontak disambut sorak sorai dan si dosen pun tertunduk malu. Pertemuan kuliah pertama pun ditutup si dosen yang kepalang malu.[Seputarnu.com]