The World After Coronavirus
Dua jam lalu, saya mengirimkan link tulisan Yuval Noah Harari, “The World After Coronavirus” ke Prof. Syafi’i Maarif. Tiga puluh menit berikutnya, beliau memberi komentar berikut.
“Serangan musuh yang tidak kasat mata memang dahsyat, hampir semua negara keteteran dibuatnya. Lock down atau tidak sama-sama punya risiko. Senjata nuklir tidak mampu melawan wabah ini. Tapi disiplin, sabun, dan air mengalir bisa menaklukkannya. Saya setuju dengan Bill Gates agar umat manusia hendaknya mau melihat ancaman wabah ini dalam perspektif spiritual: lumpuhkan kesombongan dan pongah diri! Maarif.”
Pada alinea terakhir tulisannya di atas, Yuval Noah Harari menulis: “Umat manusia perlu membuat pilihan. Apakah kita akan menempuh jalan perpecahan, atau akankah kita mengadopsi jalan solidaritas global? Jika kita memilih perpecahan, ini tidak hanya akan memperpanjang krisis, tetapi mungkin akan menghasilkan bencana yang bahkan lebih buruk di masa depan. Jika kita memilih solidaritas global, itu akan menjadi kemenangan tidak hanya terhadap virus korona, tetapi juga terhadap semua epidemi dan krisis di masa depan yang mungkin menyerang umat manusia di abad ke-21.”
Seruan solidaritas global untuk menahan laju ancaman kepunahan global bukanlah suara yang baru terdengar. Suara-suara semacam itu sudah berulangkali didengungkan oleh para cerdik pandai dunia, salah satunya sering disampaikan oleh Soedjatmoko dalam berbagai tulisannya sejak awal 1970-an sampai akhir hayatnya. Persoalannya, suara-suara semacam itu hanya berhenti sebagai renungan dari para cerdik pandai dan kaum moralis, tetapi tidak mampu menjadi bagian kekuatan dalam tatanan global. Negara-negara adikuasa tetap saja ingin menguasai negara-negara lemah. Negara-negara kapitalis dengan berbagai istilah yang tampak beradab, padahal tetap mengeksploitasi alam dan manusia negara-negara lain. Dengan kata lain, ada tatanan dunia yang tidak setara, adil.
Seruan solidaritas global bisa menjadi solusi bagi keselamatan global dengan sejumlah syarat. Di antaranya, menegakkan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan global negara-negara di dunia.
Bagaimana gambaran dunia pascacorona? Apakah dunia masa depan akan lebih baik dari sebelumnya? Itu sangat terkait dengan keputusan-keputusan kita sebagai umat manusia hari-hari ini.
31 Maret 2020.
Penulis: Muhammad Nursam, murid Buya Prof Syafi’i Ma’arif.